Pudarnya Bahasa Ibu “Basa Sunda” di Zaman Modern

 kamus-bahasa-sunda-onlineOleh : Wiyah Nurhayati

Ada Adagium lama mengatakan, bahasa menunjukkan jati diri atau identitas suatu bangsa, bahasa adalah alat untuk manusia berkomunikasi, selain itu untuk mengadakan integrasi dan adaptasi social, control social, dan menyatakan ekspresi diri (Gorys Keraf). Sedangkan menurut Bopp (1827, dalam Jespersen 1922: 65) bahwa bahasa dapat diibaratkan sebagai makhluk hidup, berkembang dan lambat laut akan mati. Ditegaskan pula oleh Tampubolon (1999: 4) bahwa kematian bahasa tidak secara tiba-tiba, tetapi melaui proses yang panjang.

BAHASA IBU, sebenarnya apa sih Bahasa IBU itu ? Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) , bahwa Bahasa Ibu merupakan bahasa yang pertama sekali dikuasai seseorang dan selalu dipakai dalam berkomunikasi dengan keluarga dan lingkungannya. Ada juga yang mengartikan Bahasa Ibu dalam bahasa Inggris “Native Language” adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh seorang anak. Dimana pun anak itu lahir, kemudian anak itu memperoleh atau menguasai bahasa pertamanya maka bahasa yang dikuasai itu dinamakan sebagai bahasa ibu.

Jadi kita dapat mengartikan bahwasannya, Bahasa Ibu atau yang lebih dikenal sebagai “Mothers Languange” adalah bahasa ibu kita sendiri, jika ibu kita orang Sunda maka bahasa Ibu kita adalah bahasa Sunda, jika ibu kita orang Jawa maka bahasa ibu kita adalah bahasa Jawa, dan begitu pun seterusnya. Dapat dikatakan pula bahwa Bahasa Ibu adalah bahasa daerah kita sendiri.

UNESCO telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya Bahasa Ibu itu untuk terus diperingati, dalam pengertian “dipertahankan”, pemakaiannya dan “diberdayakan” kursinya.

Namun, seiring dengan perkembangnya zaman. Bahasa Ibu atau bahasa daerah sudah terancam punah, seperti bahasa Sunda. Bahasa Sunda adalah bahasa kebanggaan yang dimiliki oleh masyarakat Jawa Barat, dari mulai Bandung, Subang, Kuningan, Majalengka, bahkan Cirebon pun termasuk ke dalamnya. Sebagian orang pasti ada yang belum tahu pasti, Apa sih Bahasa Sunda itu ?

Pengertian bahasa Sunda atau bahasa “Ibu / Indung” menurut Iskandar Wasid, yaitu “Basa anu mimiti pisan asup kana ceuli budak, nyaeta basa anu dipake ku lingkungan kulawargana. Basa nu diterapkeun ku indungna lamun nyarita ka barudakna.” Yang artinya “Bahasa Sunda atau bahasa ibu yaitu bahasa yang pertama kali didengar oleh anak, yaitu bahasa yang dipakai dan diterapkan dalam lingkungan keluarganya.

Dalam jenisnya, bahasa Sunda saat ini memiliki empat macam, yaitu: pertama basa budak (bahasa khusus yang digunakan oleh anak-anak atau bahasa yang digunakan oleh orang tua kepada anak-anak dan termasuk juga ke dalam basa lemes), kedua basa cohag / loma (yaitu bahasa yang digunakan dalam pergaulan yang akrab), ketiga basa kasar (bahasa yang menurut undak-usuk basa sunda, memakai bahasa yang tergolong kasar atau tidak sopan), keempat basa lemes (bahasa yang dipergunakan kepada orang yang lebih tua atau dihormati, orang yang baru dikenal, dan orang yang lebih tinggi kedudukannya).

Jadi di dalam bahasa Sunda ada beberapa macam yang digunakan kepada seseorang seseuai dengan tingkatannya. Ada bahasa untuk orang yang tua, kepada teman, dan kepada yang lebih muda. Di dalam bahasa daerah lain juga sama, ada tingkatan-tingkatan bahasanya.

Bukan hanya bahasa Sunda yang menjadi bahasa Ibu di Indonesia, karena Indonesia sangat kaya akan budaya, salah satunya adalah bahasa. Bahasa yang ada di Indonesia pun beragam, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan lain sebagainya. Bahkan dalam suatu daerah pun memiliki bahasanya sendiri, seperti bahasa Cirebon, bahasa Indramayu, dan sebagainya.

Namun pada kenyataannya, saat ini kelestarian basa Sunda sudah mulai terpinggirkan secara perlahan-lahan. Seperti yang disebutkan oleh Tampubolon (1999: 4) bahwa kematian bahasa tidak secara tiba-tiba, tetapi melaui proses yang panjang. Sekaranglah proses itu sudah memulainya secara bertahap. Dikatakan pula  bahwa Bopp (1827, dalam Jespersen 1922: 65) pernah mengatakan bahwa bahasa itu dapat diibaratkan sebagai makhluk hidup, berkembang dan lambat laut akan mati.

Seiring dengan didikan orang tua (yang sebenarnya orang sunda dan menetap dilingkungan social-budaya sunda) masa kini yang lebih mengajarkan anak-anaknya bertutur bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing (bahasa Inggris) dalam kesehariannya. Berbagai alasan pun terlontar kenapa mereka tidak mau mengajarkan “bahasa Ibu” kepada anaknya. Salah satunya adalah mereka tidak ingin anaknya bertutur kata dengan menggunakan bahasa Sunda yang terbilang kasar. Namun sebenarnya, itu bukanlah alasan yang rasional.

Selain orang tua sebagai faktor utama punahnya bahasa Ibu, ternyata perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pun sangat ikut andil di dalamnya. Bahkan perkembangan keduanya ini dampaknya akan sangat kejam.

Namun setidaknya, ketika seorang anak dapat mengenal bahasa Ibunya dari dini, dengan otomatis bahasa Sunda dapat terjaga hingga generasi berikutnya. Gengsi akan hedonisme dan bahasa pergaulan sepertinya sulit dihilangkan dari mereka. Di berbagai kota / kabupaten di Jawa Barat, pemerintah sudah memberlakukan Rebo  Nyunda “Rabu Sunda” (setiap hari Rabu diwajibkan memakai bahasa Sunda), salah satunya di kota Bandung. Namun tidak semuanya dalam berkomunikasi mengaplikasikannya dengan bahasa sunda. Tapi setidaknya, dapat mengatasi kepunahan itu.

Bagi kalangan generasi muda perkotaan maupun pedesaan, mereka cenderung lebih menyukai penggunaan term-term “modern” yang mereka sebut “gaul” untuk berkomunikasi sehari-hari. Generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa saat ini telah mencabut akar budaya bangsanya sendiri. Mereka  rela bahasa daerahnya sebagian warisan luhur nan agung itu layu dan mati tergilas oleh roda modernitas.

Menurut saya, bahasa Ibu diibaratkan sebagai sebuah pisau. Ketika pisau it uterus kita asah, maka akan semakin tajam. Namun sebaliknya, ketika pisau itu didiamkan saja sampai berkarat, maka tidaklah ada artinya pisau itu. Begitu juga dengan bahasa Ibu. Ketika kita mengasahnya dalam kehidupan sehari-hari, maka kemampuan kita akan bahasa Ibu akan tajam. Namun, ketika bahasa Ibu dibiarkan saja maka lambat laun bahasa Ibu akan mati ditelan bumi, dan berkarat tanpa sebuah arti.

Untuk itu kita sebagai generasi muda, khususnya generasi muda Jawa Barat harus bisa melestarikan “ngamumule” dan memperkaya Bahasa Sunda sebagai Bahasa Ibu, dan harus bisa tersampaikan kepada telinga anak cucu kita nanti. Kalau bukan kita, siapa lagi ?

 

Tinggalkan komentar